Tuesday, February 24, 2009

Tipe-tipe Manusia dalam Kerja

Di dalam psikologi dikenal adanya tipologi, yaitu suatu konsep yang digunakan untuk menggolong-golongkan orang dalam tipe tertentu. Di awal-awal perkembangannya, psikologi memang banyak mengacu pada tipologi ini. Terutama dalam teori kepribadian.

Akhir-akhir ini konsep yang mengarah ke tipologi memang berkurang. Hal ini disebabkan kuatnya anggapan bahwa tidak ada manusia yang sama persis dengan lainnya. Individual differences dan personal characteristics sebagai dasar dalam memahami manusia dan perilakunya Iebih banyak dianut. Namun sebagian orang juga masih mempertanyakan, benarkah tidak ada tipe-tipe tertentu pada manusia?

Pada dasarnya konsep tipologi diserang habis-habisan oleh banyak orang karena kelakuannya. Sehingga tampak seolah-olah manusia harus masuk dalam tipe tertentu. Padahal daIam kenyataannya banyak terjadi variasi tipe, bahkan tidak pernah ditemukan manusia seperti dalam tipologi. Mengingat itu semua, untuk memahami manusia dan perilakunya melalui konsep tipologi perlu berhati-hati. Menurut hemat penulis, tipologi hanyalah kecenderungan. Jadi misalnya tipe leptosom, orang yang badannya kurus tinggi, belum tentu memiliki ciri suka menyendiri dan introvert, tetapi bisa dikatakan memiIiki kecenderungan demikian. Kaitan antara pekerjaan dengan tipe atau ciri-ciri orang memang erat.

Untuk pekerjaan seperti operator mesin otomatis, misalnya, dibutuhkan seorang yang tekun bekerja dalam pola yang tidak variatif. Di sisi lain, untuk pekerjaan pengontrolan kualitas, diperlukan seorang yang teliti. Dengan demikian memang sangat ideal apabila suatu pekerjaan dikerjakan oleh orang yang memiliki karakter sesuai dengan pekerjaannya. Dari sanalah kemudian muncul analisis jabatan yang kemudian menghasilkan deskripsi jabatan untuk selanjutnya digunakan dalam pencarian tenaga kerja (recruitment). Dalam hal tipe atau ciri-ciri tertentu hanya merupakan sebagian persyaratan. Syarat lain seperti bakat, minat, dan lain-lain masih dibutuhkan.

Kondisi Ekstrim
Di dalam kelompok kerja, baik di dalam kantor, organisasi, ataupun kelompok kerja temporer, biasanya dijumpai berbagai manusia dengan ciri-cirinya tersendiri. Ciri-ciri itu biasanya tampak dalam perilakunya. Karena begitu banyaknya ciri-ciri itu, maka dalam suatu kerja tertentu tidak semuanya dibutuhkan. Untuk itu bisa dipahami apabila ada kejadian pekerja didepak dari kelompoknya karena tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau teman-teman sekerja.

Berkaitan dengan kelompok kerja, Bertram M. Gross menemukan beberapa tipe manusia yang sering muncul. Ada orang yang sangat mementingkan pekerjaan. Orang macam ini selalu berorientasi pada pekerjaan. Baginya pekerjaan adalah segalanya. Ciri-ciri lain yang dimilikinya adalah selalu ingin menyelesaikan tugas yang dibebankan secepat mungkin. Dalam kondisi yang ekstrim orang tipe ini akan mengacuhkan masalah hubungan sosial. Nomor satu adalah kerja nomor dua juga kerja. Orang yang demikian barangkali pantas menjadi karyawan teladan. Namun bila ia menjadi pemimpin barangka!i ia lebih tepat membawahi robot-robot. Kebalikan dari tipe ini adalah tipe pekerja yang berorientasi pada orang, bukan pada pekerjaan.

Dalam konteks kerja ia akan mengembangkan pola hubungan sosial sedemikian rupa hingga harmonis. Ada dua tujuan yang tersirat pada orang yang menyukai tipe ini. Pertama ia beranggapan dengan membina hubungan sosial yang baik maka akan tercipta kondisi yang memuaskan sehingga dalam kelompok kerja itu akan muncul produktivitas yang tinggi. Kedua, apalah artinya produktiv itas kerja kelompok apabila tidak ada kepuasan hubungan sosial di dalamnya. Sehingga ia kadang merasa perlu mengorbankan produktivitas demi tercipta hubungan baik sesama teman kerja. Terlepas dari itu semua, tipe ini bagi orang lain memang menyenangkan.

Masih berkaitan dengan orientasi kerja, ada tipe lain. Yaitu orang yang mementingkan prosedur atau metode kerja. Orang semacam ini sangat tepat untuk merancang suatu metode kerja baru. Namun ketika ia terpaksa menjadi pelaksana, ia cenderung untuk mengubah prosedur yang sudah berlaku dan menggunakannya dengan prosedur yang dinilainya baik. Untuk suatu tujuan tertentu orang tipe ini suka bereksperimen. Baginya orang lain tidak perlu mendelegasikan suatu tugas sekaligus memberi petunjuk ini dan itu. Cukup beritahu apa tujuannya, dia akan menyelesaikan tugas itu dengan caranya
sendiri.

Patuhi Aturan
Kebalikan dari master of methods and procedures adalah tipe yang sangat patuh terhadap aturan. Ini adalah tipe birokrat. Orang macam ini tidak bisa kerja tanpa ada juklak. Apabila sudah ada juklak, maka sedikit pun ia tidak berani melanggar atau memodifikasikannya, meskipun ia tahu bahwa tidak semua prosedur sesuai. Tipe rule enforcers ini berbeda dengan tipe rule blinkers. Tipe yang terakhir ini memiliki ciri menganut aturan yang ada, tetapi tidak serius. Juga tidak menentangnya.

Masih berkaitan dengan aturan atau norma kerja kelompok, ada tipe yang disebut regulars. Yaitu orang yang menerima aturan kerja sekaligus ia juga diterima secara baik oleh anggota atau teman-teman kerjanya. Ini berbeda dengan deviant, orang yang suka melanggar aturan. Meskipun orang macam ini tidak disukai oleh atasannya, belum tentu ia dibenci teman-temannya. Apabila ada beberapa orang yang memiliki tipe seperti ini dalam suatu kelompok, maka akan muncul oposisi.

Dalam masalah keseriusan kerja sering ditemui orang yang sangat besar keterlibatannya terhadap pekerjaan dan organisasinya. Dengan kata lain, komitmennya terhadap organisasi diwujudkan dalam aktivitas dan pekerjaan secara bersungguh-sungguh. Kebalikan dari tipe ini adalah tipe orang yang hanya memikirkan saat akhir kerja. Maksudnya, ia kerja hanya untuk menunggu bel tanda pulang. Begitu jam kerja selesai ia akan kabur dengan cepat. Tidak peduli apakah pekerjaan selesai atau tidak. Keterlibatannya terhadap pekerjaan memang sangat dangkal. Mungkin baginya kerja adalah sekedar menghabiskan waktu dan dapat uang.

Ada orang yang mudah menerima pemikiran orang lain, ada juga yang selalu berbuat seperti kritikus. Tipe penurut, yes-man atau yea sayers, pada umumnya disukai oleh atasan atau teman sekerja yang otoriter. Sebaliknya, ia kurang disukai oleh orang lain yang bertipe demokratis sebab sulit diharapkan darinya akan datang ide-ide atau usul. Sedang tipe kritikus, sering juga disebut, nay sayers, sering dianggap musuh pimpinan. Orang semacam ini memang jeli sekali melihat kekurangan orang lain, bahkan kadang terlihat nyinyir. Di matanya tidak ada sesuatu yang sempurna. Bukan berarti orang seperti ini mesti jelek. Dalam kondisi tertentu justru sering diperlukan, sehingga keputusan kelompok tidak keliru karena ada persetujuan dan keyakinan yang terlalu tinggi dari masing- masing anggota.

Orang Baru
Tidak jarang kita menjumpai orang yang meskipun sudah bekerja lama di tempat itu, masih harus diberi petunjuk ini dan itu oleh atasan atau teman-temannya. Ia selalu kelihatan seperti orang baru. Pendek kata, kurang meyakinkan. Karena itu maka usul-usul atau perkataannya sering tidak dihiraukan oleh teman sekerja. Berlawanan dengan tipe itu adalah orang yang cepat menyesuaikan diri dengan cara mengorek informasi sebanyak mungkin tentang tempat kerjanya sehingga dalam waktu relatif singkat ia bisa melakukan
pekerjaan dengan baik. Sepertinya ia pekerja lama.

Bisa juga memahami tipe orang dilihat dari orientasinya terhadap karirnya. Ada orang yang sangat progresif. Ia selalu berusaha untuk mencapai posisi yang lebih tinggi selama potensinya memungkinkan. Orang yang seperti ini dikenal juga dengan sebutan memiliki motif berprestasi tinggi. Kiranya ini termasuk salah satu tipe yang sangat dibutuhkan di jaman ini. Sayangnya, belum semua tempat memberi kesempatan pada orang-orang semacam ini. Seringkali ia terbentur dengan orang tipe birokrat.

Dari hasil beberapa penelitian, tipe progresif proporsinya sebanding dengan orang tipe puas dengan kedudukan saat ini. Sebagian besar orang bertipe menengah. Tidak terlalu progresif, tidak juga terlalu nrimo. Makin luasnya jaringan kerja dan organisasi memungkinkan muncul tipe yang kosmopolitan. Ia terlibat dengan banyak organisasi dan aktivitas. Para manajer dan direktur sekarang makin banyak yang berorientasi ke arah tipe ini. Tujuan akhirnya bisa diduga, yaitu, memperlancar bisnis. Karena tuntutan jaman memang mengarah ke kosmopolitan, maka tipe lokal, kebalikan dari kosmopolitan, sering menjadi bahan tertawaan kelompok kosmopolitan.

Tentu saja tipe-tipe orang dalam kerja tidak hanya seperti yang diuraikan di atas. Masih ada beberapa, bahkan banyak, tipe lain. Namun yang sedikit ini bisa menjadi bahan untuk menganalisis diri sendiri dan teman sekerja atau bawahan. Namun perlu diingat hanya sedikit orang yang memiliki tipe persis seperti itu. Sebagian besar justru memiliki tipe campuran atau kadar tipe tertentu tidak berada dalam titik ekstrim

Sumber Klik Ini

Memilih Jurusan Perguruan Tinggi

Minat? Bakat? Kemampuan? Paksaan?

Gimana sih cara milih jurusan dan Universitas yang tepat buat gue? Ini mungkin yang menjadi pertanyaan Kamu. Kamu harus memikirkan ini dengan matang, karena hal ini sangat menentukan masa depan Kamu. Untuk itu Kamu haru memperhatikan minat, keinginan, bakat dan kemampuan Kamu. Ini kami coba memaparkan tiap faktor yang harus diperhatikan:

I. Minat dan Keinginan

Sebenarnya Kamu mau jadi apa sih? Cita-cita Kamu apa sih? Apa Kamu pengen gelutin di bidang social, ekonomi atau bidang yang berbau keteknikan atau lainnya. Jawab dulu pertanyaan ini, tentunya dengan jujur. Pendapat orang tua, saudara, temen memang penting, tapi jangan sampai Kamu cuman milih masa depan Kamu karena paksaan. Nantinya Kamu jalanin kuliah Kamu dengan rasa kurang enjoy. Nah dari cita-cita Kamu ini, apa jadi dokter, arsitek, sosiolog, ahli bahasa, ekonom, pengacara atau lainnya, Kamu bisa lihat universitas mana yang menyediakan jurusan yang Kamu pengen. Di sini Kamu juga perlu pendapat dari pihak lain.

II. Bakat & Kemampuan

Nah kalo udah yakin akan minat Kamu, Kamu sudah menyaring jurusan-jurusan dari berbagai universitas yang anda. Sekarang dari daftar jurusan yang sesuai dengan minat Kamu perlu saring lagi sesuai dengan bakat dan kemampuan Kamu. Di sini Kamu perlu kejujuran, kami yakin Kamu bisa mengukur bakat dan kemampuan Kamu sendiri koq. Sebelumnya Kamu tentunya sudah pernah ngelakuin try-out, kalau belum pernah atau pengen coba yang online, klik aja alamat ini http://www.e-umptn.com/download.htm dan download aplikasi try-outnya dari situ Kamu catat perkembangan hasil nilainya. Kemudian Kamu bandingkan dengan passing grade ke jurusan sesuai bakat dan kemampuan Kamu, lalu:

1. Kamu batalin ambil jurusan di universitas itu, ganti universitas dengan jurusan yang sama namun passing gradenya berbeda.

2. kalau Kamu tetap ngotot mau milih jurusan dan universitas yang passing gradenya lebih tinggi, Kamu tingkatin dong kemampuan Kamu. Caranya yah belajar lebih keras, coba soal-soal tryout lagi. Kalau hasil try-out meningkat, coba pilih jurusan yang Kamu pengen.

3. kalau belum bisa melewati passinggradenya, dan Kamu tetap pengen milih jurusan itu, boleh deh pilih sebagai pilihan pertama, tapi pilihan keduanya diusahakan yang sesuai dengan hasil try-out mu, jadi pilihanmu mudah-mudahan tidak terbuang begitu saja.

Nah, kesalahan besar yang biasa dilakukan adik-adik SMA adalah milih jurusan yang memang passing gradenya dibawah nilai tryoutnya tapi ternyata jurusan tersebut TIDAK sesuai dengan minat dan bakatnya. Nanti kalau Kamu tetap paksaiin milih jurusan ini, Kamu akan susah deh njalanin kuliahnya dengan enjoy. Mudah-mudahan dengan usaha yang keras dan diiringi dengan doa, Kamu bisa dapet jurusan yang Kamu pilih.

Sumber Klik Ini

Tips dan Trik Memilih Jurusan Komputer

Juli dan agustus adalah musim orang mendaftar kuliah. Jadi setiap tahun di kedua bulan ini saya ada ritual menerima banyak pertanyaan lewat YM atau email tentang pemilihan jurusan di bidang komputer (computing). Kalau jurusan lain misalnya Grogol atau Kampung Rambutan biasanya nggak tanya saya sih :). Saya coba rangkumkan beberapa jawaban yang biasanya saya berikan.

Perlu kita garis bawahi dulu bahwa “secara konsep” kurikulum bidang komputer di Indonesia sudah cukup baik. Kurikulum Indonesia mengacu dan mengadaptasi Computing Curricula, yaitu panduan kurikulum bidang komputer (computing) yang diterbitkan secara bersama oleh ACM (the Association for Computing Machinery), AIS (the Association for Information System) dan IEEE-CS (the IEEE Computer Society). Beberapa dokumen usulan kurikulum yang diajukan APTIKOM (Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer) saya lihat juga mengacu ke Computing Curricula 2001 dan 2005. Kalau kemudian ada pertanyaan kok pelaksanaan di lapangan tidak sebagus konsepnya. Ya banyak faktor yang masih menjadi masalah di Indonesia, kualitas SDM pengajar, infrastruktur, minimnya textbook yang baik, dsb. Mari kita perbaiki bersama-sama dan tidak perlu saling menyalahkan :)

Sekali lagi, Indonesia hanya mengadaptasi dan bukan mengadopsi Computing Curricula, artinya bahwa tidak semua nama jurusan dan nama mata kuliah di Indonesia sama “plek” dengan apa yang ada di Computing Curricula. Computing Curricula memberikan panduan tentang penyelenggaraan, penamaan mata kuliah beserta pembobotannya dan penyusunan kurikulum pada 5 jurusan, yaitu: Computer Engineering (CE, Teknik Komputer), Computer Science (CS, Ilmu Komputer), Information Systems (IS, Sistem Informasi), Information Technology (IT, Teknologi Informasi), Software Engineering (SE, Rekayasa Perangkat Lunak).

Adaptasi dan acuan kurikulum di Indonesia adalah:

1. Computer Science untuk program studi (jurusan) Teknik Informatika atau Ilmu Komputer
2. Computer Engineering untuk program studi (jurusan) Sistem Komputer atau Teknik Komputer
3. Information System untuk Sistem Informasi atau Manajemen Informatika

Sedangkan Software Engineering dan Information Technology, di Indonesia dianggap bukan merupakan program studi (jurusan) karena masih bisa masuk salah satu bagian dari Teknik Informatika atau Ilmu Komputer.

Lha terus dimana letak perbedaan jurusan-jurusan diatas?

Semua jurusan (program studi) sebenarnya memiliki mata kuliah yang boleh dikatakan “sama”, hanya pembobotannya berbeda. Bobot inilah yang nantinya menentukan jalur karier dan bidang kerja lulusan. Kompetensi lulusan setiap jurusan biasanya di desain seperti di bawah:

1. Computer Engineering (CE) (Jurusan Sistem Komputer atau Teknik Komputer) diharapkan menghasilkan lulusan yang mampu mendesain dan mengimplementasikan sistem yang terintegrasi baik software maupun hardware
2. Computer Science (CS) (Jurusan Teknik Informatika atau Ilmu Komputer) diharapkan menghasilkan lulusan dengan kemampuan yang cukup luas dimulai dari penguasaan teori (konsep) dan pengembangan software.
3. Information System (IS) (Jurusan Sistem Informasi atau Manajemen Informatika) diharapkan menghasilkan lulusan yag mampu menganalisa kebutuhan (requirement) dan proses bisnis (business process), serta mendesain sistem berdasarkan tujuan dari organisasi
4. Information Technology (IT) diharapkan menghasilkan lulusan yang mampu bekerja secara efektif dalam merencanakan, mengimplementasikan, mengkonfigurasi dan memaintain infrastruktur teknologi informasi dalam organisasi.
5. Software Engineering (SE) diharapkan menghasilkan lulusan yang mampu mengelola aktifitas pengembangan software berskala besar dalam tiap tahapannya (software development life cycle).

Sumber Klik Ini

Monday, February 23, 2009

Perguruan Tinggi?

Dari 1465+ perguruan tinggi swasta di Indonesia, tentu saja tidak semuanya memenuhi kriteria minat, biaya dan prospek yang sudah anda tentukan. Coret PTS yang tidak memiliki program studi sesuai minat anda. Singkirkan PTS-PTS yang biaya kuliahnya terlalu mahal bagi anda, atau terlalu jauh dari tempat tinggal anda sehingga biaya untuk kuliah di sana akan terlalu tinggi. Dengan demikian daftar yang anda miliki akan semakin pendek. Tetapi itupun mungkin masih cukup panjang sehingga memerlukan pendalaman lebih jauh. Faktor apa lagi yang perlu dilihat dari suatu perguruan tinggi untuk menentukan pilihan akhir anda?

Reputasi

Kalau saya harus memilih salah satu PTS tanpa melihat faktor-faktor internal lainnya, pertimbangan utama yang paling gampang saya gunakan adalah reputasi PTS tersebut. Reputasi di sini berarti PTS yang bersangkutan secara umum dikenal sebagai PTS yang baik, memiliki sarana belajar mengajar yang baik dengan fasilitas yang memadai. Lulusannya pun tidak kesulitan dalam mencari pekerjaan. Bahkan ada lulusan PTS yang menjadi rebutan perusahaan-perusahaan pemakainya.

Apakah tidak mungkin salah jika memilih PTS ini? Harus kita ingat, reputasi tidak datang dalam sekejap. Reputasi ini biasanya dibangun dengan kerja keras dan melalui proses yang panjang. Bisa saya katakan bahwa anda berada on the safe side jika memilih salah satu dari PTS-PTS ini. Bukan berarti lalu anda berhenti di sini saja. Masih ada hal-hal lain yang harus anda cermati.

Status Akreditasi

Status akreditasi ini adalah salah satu faktor yang paling sering digunakan oleh PTS untuk mengiklankan dirinya. Tidak terlalu salah memang, karena hal itu menunjukkan mutu/kemampuan PTS dalam menyelenggarakan suatu program studi. Status ini didapat setelah diadakan penilaian tentang semua unsur yang diperlukan untuk itu, termasuk fasilitas pendidikan, nisbah dosen tetap dan mahasiswa, kurikulum pendidikan, dan banyak hal lainnya. Masalahnya, tidak semua orang memahami dengan jelas tentang status ini, dan tampaknya banyak PTS yang menyadari dan memanfaatkan ketidaktahuan tersebut.

Yang terutama adalah: status akreditasi diberikan kepada program studi di suatu PTS dan bukan kepada PTS yang bersangkutan. Jadi sebetulnya tidak ada istilah PTS yang disamakan. Yang benar adalah (satu atau lebih) program studi di PTS tersebut statusnya disamakan. Mungkin saja PTS tadi memiliki 3 program studi (misalnya A, B, dan C), masing-masing dengan jenjang S1 dan D3. Kalau program studi A jenjang D3 saja (satu dari enam) yang memperoleh status disamakan, apakah tepat kalau PTS tersebut mengatakan statusnya disamakan?

Yang perlu anda ketahui juga, status akreditasi ini menentukan kemandirian suatu program studi dalam melaksanakan proses belajar mengajar, misalnya ujian negara atau penerbitan ijazah. Suatu program studi (sekali lagi bukan PTS) yang sudah dinyatakan terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) berhak untuk menyelenggarakan sendiri semua kegiatannya. Artinya anda tidak lagi harus mengikuti ujian negara yang dilaksanakan oleh Kopertis, dan ijazah yang anda terima cukup disahkan oleh PTS tempat anda kuliah.

Sekali lagi, tanyakan dengan jelas status akreditasi program studi yang anda pilih. Jangan percaya begitu saja dengan klaim yang dikeluarkan oleh suatu PTS tentang statusnya. (Uraian yang lebih rinci tentang hal ini dapat anda lihat pada topik Akreditasi).

Jalur dan Jenjang Pendidikan

Berapa lama anda mau menghabiskan waktu di bangku kuliah? Secepatnya? Berapa cepat? Selain ditentukan oleh kemampuan anda, hal ini juga tergantung dari jalur/jenjang pendidikan yang anda ambil. Pendidikan tinggi di Indonesia mengenal dua jalur pendidikan, yaitu jalur akademik (jenjang sarjana) dan jalur profesional (jenjang diploma). Jalur akademik menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan, sedangkan jalur profesional menekankan pada penerapan keahlian tertentu. (Untuk lebih lengkapnya silakan lihat Struktur Pendidikan Tinggi).

Dalam kaitannya dengan waktu, jenjang sarjana membutuhkan waktu lebih lama (minimal 8 semester) dibandingkan dengan jenjang diploma (2 semester untuk D1 - 6 semester untuk D3). Hal ini tentu sangat berpengaruh pada biaya yang harus anda sediakan. Banyak orang, yang karena keterbatasannya, lebih memilih jenjang diploma dengan harapan cepat lulus dan mendapat pekerjaan.

Perlu anda ketahui, jenjang diploma dirancang sebagai jenjang terminal. Artinya, lulusannya dipersiapkan untuk langsung memasuki dunia kerja, bukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (walaupun sekarang ada yang disebut program lintas jalur, dari diploma ke sarjana). Ini berbeda dengan jenjang sarjana, yang membuka kesempatan lulusannya untuk terus mengembangkan ilmunya.

Hal lain yang harus anda perhatikan adalah tingkat persaingan di pasar kerja. Kalau banyak tenaga sarjana yang tersedia, perusahaan akan lebih memprioritaskannya dibandingkan lulusan diploma.

Gelar dan Sebutan

Sesudah anda lulus, anda akan mendapat ijazah dan salah satu dari ini: gelar akademis atau sebutan profesional. Yang pertama anda tentu tahu, Sarjana Ekonomi (SE), Sarjana Hukum (SH), dan gelar lainnya. Gelar akademis ini diberikan kepada mereka yang menyelesaikan pendidikan melalui jalur akademik (jenjang sarjana).

Lalu bagaimana kalau kita menyelesaikan pendidikan jalur profesional (jenjang diploma)? Bukan gelar akademis (Sarjana Muda, misalnya) yang kita dapatkan, melainkan sebutan profesional seperti Ahli Madya Komputer (AMd Komp). Sebutan ini mungkin belum terlalu memasyarakat, dan kadang-kadang dianggap kurang bergengsi. Banyak yang masih menggunakan (dan lebih menyukai) istilah D3-Komputer. Anda yang menentukan, gelar atau sebutan yang ingin anda tambahkan di belakang nama anda.

Fasilitas Pendidikan

Gedung megah dan ber-AC saja tidak cukup untuk menjamin berlangsungnya proses belajar mengajar yang baik. Bukan (hanya) itu yang dimaksud dengan fasilitas pendidikan. Fasilitas seperti laboratorium (komputer, akuntansi, bahasa, dan lain-lain), bengkel, studio dan perpustakaan sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan mahasiswa. Mereka tidak hanya dituntut untuk menguasai wawasan keilmuannya saja, tetapi juga bagaimana menerapkannya di lapangan. Apalagi untuk jalur pendidikan profesional yang lebih bersifat aplikatif dan menekankan pada ketrampilan.

Sekali lagi, jangan hanya tampilan fisik yang anda perhatikan. Boleh saja PTS memasang foto-foto gedungnya yang megah, laboratorium komputernya yang canggih. Tidak ada salahnya anda coba menanyakan, kapan mahasiswa berkesempatan untuk menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut. Jangan-jangan hanya satu-dua kali per semester, atau hanya untuk mahasiswa tingkat akhir saja. Perhitungkan juga jumlah mahasiswa yang harus menggunakan fasilitas tersebut.

Kualitas dan Kuantitas Dosen

Perkembangan suatu PTS paling gampang dilihat dari jumlah mahasiswanya yang (selalu) bertambah. Ini sangat penting bagi PTS, karena mahasiswa adalah sumber utama (seringkali satu-satunya) pendapatan PTS. Dari merekalah PTS mencukupi kebutuhannya untuk membiayai operasional pendidikan, membangun gedung, menambah fasilitas pendidikan, termasuk membayar gaji dosen dan karyawannya. Oleh karena itulah ada kecenderungan PTS untuk menggali sebanyak mungkin potensi ini, baik secara kualitas (memperbesar uang gedung dan uang kuliah) maupun kuantitas (menerima sebanyak mungkin mahasiswa).

Pada sisi lain, bertambahnya mahasiswa menuntut ditambahnya jumlah dosen. Bukan hal yang mudah mendapatkan dosen dengan jumlah yang memadai, apalagi yang memenuhi kualitas yang dibutuhkan. Padahal Undang-Undang Pendidikan Tinggi mensyaratkan tercapainya nisbah (rasio) antara dosen tetap dan mahasiswa sebesar 1:30 untuk bidang studi IPS dan 1:25 untuk bidang studi IPA. Mungkin faktor dosen ini merupakan salah satu faktor paling sulit bagi suatu PTS, dan karenanya sering diabaikan atau direkayasa.

Pengabaian secara kuantitatif dilakukan dengan membebani dosen yang terbatas jumlahnya dengan beban mengajar yang besar, sehingga waktu dan tenaga dosen-dosen tersebut betul-betul tersita untuk itu. Seringkali hal ini dilakukan dengan mengabaikan aspek kualitas pengajarannya. Hampir tidak tersisa lagi waktu untuk melakukan penelitian atau pengabdian masyarakat yang merupakan pilar-pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Bisa juga suatu PTS memenuhi aspek kuantitas dosen tetap ini, tetapi dengan mengkompromikan kualitasnya. Misalnya dosen yang mengajar tidak sesuai dengan bidang ilmunya, tidak terpenuhinya kepangkatan akademik dalam pengajaran atau bimbingan tugas akhir, dan lain sebagainya.

Perekayasaan positif terjadi dengan penggunaan dosen-dosen tidak tetap. Biasanya dosen tidak tetap ini memenuhi persyaratan kelayakan mengajar, seperti latar belakang pendidikan, gelar dan kepangkatan akademis dan profesionalismenya. Masalahnya, dosen-dosen ini hanya menyediakan waktu yang terbatas kepada mahasiswa sesuai dengan status tidak tetapnya. Bagi PTS, mereka tidak bisa disertakan dalam penghitungan nisbah dosen tetap dan mahasiswa sehingga tidak berpengaruh dalam penentuan status akreditasi.

Yang paling memprihatinkan adalah jika terjadi perekayasaan negatif. Dalam hal ini PTS berusaha dengan segala macam cara untuk memenuhi nisbah tersebut. Misalnya PTS masih mencantumkan nama dosen yang sudah tidak lagi menjadi dosen tetap di sana, atau nama seseorang tercantum sebagai dosen tetap di lebih dari satu PTS. Contoh lain adalah dengan cara meminjam nama. Seseorang yang memenuhi kualifikasi akademis "diangkat" sebagai dosen tetap dengan mendaftarkannya secara resmi ke instansi yang berwenang. Artinya, secara administratif seluruh persyaratan sudah dipenuhi dan "dosen" tersebut juga menerima gaji dari PTS. Tetapi, keterlibatannya dalam kegiatan akademik hampir atau memang tidak ada sama sekali.

Sebelum anda mendaftar, cobalah untuk mencari tahu jumlah dosen tetap di PTS tersebut. Berapa orang yang bergelar S2, S3, dan mungkin ada yang sudah bergelar profesor. Kualitas keilmuan anda sangat banyak ditentukan oleh mereka.

Sumber: Artikel pts.co.id

Copyright © Faiz Mudhokhi | 2009

Bimbingan dan Konseling SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.